Dewan Pimpinan Pusat
Forum Komunikasi Ahlus Sunnah wal Jamaah

Office

: 1.

2.

Jl. Kaliurang Km 15 Tromol pos 08, Pakem, Sleman, Yogyakarta 55582 - Indonesia
Phone/Fax: +62-0274-895790
Jl. Cempaka Putih Tengah XXVIB No. 78 Jakarta 10510 - Indonesia
Phone/Fax: +62-021-4246417

 

Bantahan Terhadap Fatwa Dr. Yusuf Qardhawi yang Membolehkan Tentara Muslim Amerika Ikut Menyerang Afghanistan
Oleh: Ustadz Qamar Suaidi
Dewan Pembina FKAWJ

 

Maraknya isu demokratisasi di panggung perpolitikan Indonesia temyata sebagai gerakan yang bemuansa deislamisasi, sekularisasi serta demoralisasi kehidupan barbangsa dan bernegara. Semua itu mempunyai target operasi marjinalisasi peran umat Islam dari segala lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Apa yang didramatisir oleh dirigen perpolitikan dunia, yaitu adanya ancaman bahaya fundamentalisme Islam, sangat mewarnai kehidupan dan sikap para elit politik kalangan sipil maupun militer. Fundamentalisme Islam konotasinya adalah ekstrimitas brutal, ekspresi golongan yang frustrasi, reaksioner dan seabreg label negatif seputar sikap penolakan kaum muslimin terhadap gerakan demokratasisasi yang telah diboncengi itu.

Fatwa Dr. Yusuf Qardhawi:
Tentara Muslim Amerika Boleh Ikut Menyerang Afghanistan!!

Pertanyaan kepada Dr. Yusuf Qardhawi:

Bagaimana sikap tentara muslim yang bekerja pada angkatan perang Amerika dalam hal ikut serta menyerang negeri Afghanistan, di mana pihak lain yang ingin diserang adalah kaum muslimin. Ini bukan soal yang diumpamakan, akan tetapi ini adalah masalah yang telah menyibukkan para jenderal dan tentara yang diperkirakan jumlah mereka sekarang di angkatan bersenjata Amerika yang bermacam-macam itu sekitar 15.000 orang. Pembimbing atau imam mereka yang paling tua Muhammad Abdur Rasyid telah mengirim sebuah surat yang telah beredar di sebagian ulama seminggu yang lalu meminta keterangan tentang sikap syar'i dalam masalah ini.

Jawaban Yusuf Qardhawi:

Sudah sewajibnya atas kaum muslimin seluruhnya agar bersatu melawan orang-orang yang menteror manusia yang berada dalam keadaan aman dan menghalalkan darah manusia yang tidak ikut berperang tanpa sebab yang syar'i. Karena Islam telah mengharamkan secara pasti dengan dalil-dalilnya hingga hari kiamat tindakan menumpahkan darah dan merampas harta. Allah berfirman dalam surat Al Maidah ayat 32:

"Karena itu, Kami tuliskan (tetapkan) atas Bani Israil bahwa barang siapa yang membunuh jiwa bukan karena orang itu (membunuh orang lain), atau bukan karena membuat kerusakkan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia telah memelihara manusia seluruhnya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan membawa keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakkan di muka bumi".

Barang siapa yang menyelisihi nash-nash Al Qur'an yang demikian, maka ia adalah orang yang bermaksiat. Ia berhak mendapat hukuman sesuai dengan maksiatnya dan sesuai dengan kerusakan yang diakibtkan oleh kemaksiatan yang diperbuatnya. Dan wajib bagi saudara kita para tentara muslim di angkatan perang Amerika agar menunjukan dan menampakkan sikap dan keislaman mereka agar dikenal oleh teman-teman mereka dan ketua-ketua mereka. Dan jangan menyembunyikannya karena yang demikian itu merupakan bagian yang penting dari hakekat ajaran Islam, selama sarana-sarana media massa mencoreng wajah Islam atau menampakkannya tidak sesuai dengan hakekatnya.

Kalau seandainya kejadian-kejadian teror yang terjadi di Amerika ditinjau sesuai dengan syariat dan qaidah-qaidah fiqih, maka yang pas untuk diberlakukan padanya adalah hukum kejahatan 'Hirobah' (teror) yang terdapat dalam surat Al maidah ayat 33-34. Karenanya kami berpendapat harusnya mencari para pelaku yang sesungguhnya dalam kejahatan tersebut, juga para pendukung yang memberi dorongan, harta, serta bantuannya. Lantas mengajukannya kepada mahkamah yang adil untuk memutuskan hukuman yang sesuai yang membuat mereka dan orang-orang yang seperti mereka merasa gentar. Yaitu orang-orang yang merendahkan kehidupan manusia yang tidak bersalah dan juga merendahkan hartanya. Itu semua merupakan kewajiban kaum muslimin (yaitu) dengan cara bekerjasama dengan semua jalan yang mungkin sebagai realisasi dari firman Allah Ta'ala dalam surat Al Maidah ayat 5:

"Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa dan jangnlah tolong menolong dalam dosa dan permusuhan".

Sebetulnya, kecanggungan yang menimpa tentara muslim ketika memerangi orang muslim lainnya sumbernya adalah kesulitan atau kemustahilan memilah antara pelaku yang sesungguhnya yang memang menjadi sasaran perang Amerika dengan orang-orang yang tidak berdosa yang bukan pelaku pada peristiwa yang telah terjadi (penyerangan WTC dan Pentagon).

Hadits Nabi yang shahih menyatakan, "Jika dua orang muslim saling berhadapan dengan kedua pedang mereka dan salah satu dari keduanya membunuh temannya, maka pembunuh dan yang terbunuh keduanya di neraka. Dikatakan: Ini si pembunuh (maksudnya:wajar, jika yang membunuh masuk neraka), bagaimana dengan yang terbunuh? (Rasulullah menjawab) Dia telah menghendaki pembunuhan terhadap temannya". (HR. Bukhari dan Muslim).

Pada hadits yang mulia tersebut mencakup keadaan seorang muslim yang mampu menyetir dirinya, dimana dia mampu untuk memerangi dan pada saat yang sama ia mampu pula untuk menahan diri untuk tidak berperang. Tidak mencakup keadaan dimana seorang muslim sebagai penduduk dan tentara angkatan perang resmi pada suatu negara yang konsisten dengan ketaatan terhadap komando-komando yang ditujukan kepadanya (1). Jika tidak demikian, loyalnya kepada negaranya diragukan (2) dan di saat yang sama akan mengakibatkan madharat (kerugian) yang banyak.

Dari situ, kecanggungan yang disebabkan oleh nash hadits yang shahih tersebut, jika tidak terangkat maka terampuni di hadapan madharat-madharat yang umum yang mengenai seluruh kaum muslimin dalam pasukan perang Amerika bahkan di dalam wilayah Amerika secara keseluruhan. Jika mereka diragukan dalam hal loyal (wala') terhadap negara dimana mereka menjadi warganya dan menikmati hak-hak domisili padanya, maka wajib atas mereka menunaikan hak-haknya. Adapun kecanggungan yang diakibatkan oleh keadaan di mana peperangan tidak bisa dipilah (seperti keterangan yang lalu-pen) maka seorang muslim wajib untuk meniatkan saat ikut serta berperang untuk membela yang haq dan mengalahkan kebatilan. Dan bahwa amalannya bertujuan menghalangi permusuhan atas orang-orang yang tidak berdosa atau untuk manangkap para pelakunya guna mengajukan mereka kepada peradilan (3). Ia tidak punya urusan dengan selain itu dari tujuan-tujuan perang yang terkadang menimbulkan kecanggungan pribadi karena dia secara pribadi tidak bisa menolak atau mewujudkannya.

Allah tidak membebani seorang jiwa kecuali dengan kemampuannya (4) dan sudah menjadi sesuatu yang tetap di kalangan ahli fiqih bahwa apa yang tidak dimampui oleh seorang muslim dan tidak hilang darinya maka dia tidak dibebani dengannya.

Seorang muslim di sini merupakan bagian dari kaum muslimin seluruhnya, yang kalau dia keluar (dari taat komado) akan benar-benar mengakibatkan madharat untuknya dan untuk jama'ah muslimin di negerinya, yang jauh lebih besar dibanding madharat yang akan diakibatkan bila ikut serta berperang (5).

Sedang qaidah-qaidah syariat menyatakan, jika berkumpul dua madharat maka dijalani yang lebih ringan. Ketidakikutsertaan mereka dalam barisan pasukan perang Amerika akan menimbulkan madharat atas kaum muslimin di negeri mereka, padahal mereka jumlahnya berjuta-juta. Dan jika berperang akan menimbulkan kecanggungan atau gangguan rohani dan jiwa. Maka kemadharatan yang khusus dipilih untuk menolak kemadharatan yang umum. Seperti telah ditetapkan dalam qaidah fiqih yang lain.

Dan jika para tentara muslim pada pasukan Amerika mampu mengajukan permohonan untuk bertugas di bagian logistik - selama peperangan yang hampir terjadi itu (kini sudah terjadi-pen)- pada barisan belakang atau yang semacamnya, tanpa menyebabkan mereka atau selain mereka dari kalangan kaum muslimin Amerika merasa canggung atau menimbulkan madharat maka tidak mengapa permohonan seperti ini.

Adapun jika permohonan ini menyebabkan madharat atau kecanggungan yang terwujud dengan adanya keraguan dalam loyal mereka atau akan menyampaikan mereka kepada su'udhan (jelek sangka) atau tuduhan yang batil, atau mempersulit masa depan profesi mereka, atau meragukan kewarganegaraan mereka (6) atau semacamnya maka ketika itu tidak boleh. 

Kesimpulannya, tidak mengapa -Insya Allah- untuk tentara muslim Amerika ikut berperang di pertempuran melawan siapa yang disangka melakukan teror atau negara yang melindungi orang-orang yang melakukan teror. Dan memberikan kesempatan kepada mereka latihan dan bertolak dari negerinya dengan niat baik-baik seperti telah diterangkan sebagai penghalang syubhat apa saja yang terkadang ditujukan kepada mereka dalam hal loyal kepada negara mereka. Dan untuk menghindari madharat yang sangat mungkin terjadi dalam rangka mengamalkan qaidah-qaidah syariat yang menegaskan bahwa madharat itu membolehkan hal-hal yang terlarang dan qaidah lainnya menanggung madharat yang lebih ringan untuk menghalang yang berat (7). Allah lebih tahu dan lebih hikmah.

Bantahan Terhadap  Fatwa Dr. Yusuf Qardhawi:

  1. Dengan apa Anda kecualikan hal ini dari keumuman hadits Nabi saw yang bersabda:
     
    "Tiada ketaatan kepada makhluq dalam bermaksiat kepada khaliq sesungguhnya ketaatan itu hanya pada yang baik". Hadits shohih lihat silsilah shohihah: 181)
     

    Bukankah membantu orang kafir menyerang muslimin itu suatu kemaksiatan yang besar?!
     

  2. Pantaskah Anda mengatakan ini? Padahal para ulama memperselisihkan tentang berwala' kepada orang kafir, apakah semua jenis wala' kepada orang kafir itu kufur atau bertingkat-tingkat? Di saat seperti ini Anda takut kalau wala'nya kaum muslimin terhadap negara mereka yang kafir diragukan? Subhanallah! Di manakah Anda dari ayat ini:
     

    "Dan barang siapa berwala' terhadap mereka di antara kalian maka dia tergolong dari mereka...". (Al-Maidah:51)
     
    "Dan barang siapa yang berwala' kepada mereka maka ia termasuk orang-orang yang dlolim..." (Al-Mumtahanah:9)

     
    "Wahai orang -orang yang beriman jangan kalian jadikan musuh-musuh-Ku dan musuh-musuh kalian para wali, kalian berikan kepada mereka kecintaan" (Al-Mumtahanah:1)
     
    "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu berwala' kepada sebuah kaum yang Allah murka kepadanya". (Al-Mumtahanah:13)
     

    Tidakkah Anda tahu kejadian seorang shahabat Hatib bin Abi Balthaah yang hanya mengirim surat kepada keluarganya di Makkah tentang rencana penyerangan Rasulullah saw ke kota Makkah, hal itu mengakibatkan dia disebut munafik oleh Umar bin Khattab dan akan dibunuh olehnya kalaulah tidak dilarang oleh Rasulullah saw karena ia termasuk ahli Badr.
     

    Apalagi bentuk wala' yang akan mereka lakukan adalah membantu menyerang orang Islam, yang ini telah disepakati bahwa pelakunya kafir sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Bin Baz rahimahullah. ( Dan ulama Islam telah bersepakat bahwasanya siapa yang membantu orang-orang kafir melawan kaum muslimin dengan macam apapun dari bentuk bantuan maka dia kafir seperti mereka.) Majmu' Fatawa Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baz (1/274).
     

  3. Rupanya Anda terpengaruh dengan kaidah Yahudi bahwa "Tujuan menghalalkan segala cara". Sehingga engkau halalkan menyerang komunitas muslim, yang penting niatnya seperti yang engkau sebutkan dan tidak peduli lagi dengan tujuan-tujuan yang lain. Maka seakan niat yang baik itu menghalalkan barang yang haram. Beginikah Islam?? Apa yang akan tersisa dari larangan Allah kalau demikian?
     

  4. Apakah seorang muslim tidak mampu meninggalkan tujuan yang bermacam-macam dalam berpartisipasi bersama orang kafir dalam menyerang muslim lain secara mutlak?! Sehingga Anda menghukumi bahwa Allah tidak membebani dia untuk tidak ikut serta menyerang komunitas muslim? Sungguh aneh!
     

  5. Apakah Anda mengharamkan melakukan perbuatan yang bisa memberikan madharat untuk muslimin di Eropa dan menghalalkannya untuk muslimin di Afghanistan? Apa yang membedakan dari keduanya? Bahkan yang menjadikan Anda melebihkan/mengutamakan yang di Eropa ketimbang yang di Afghanistan? Bukankah tinggalnya mereka di negeri kafir merupakan pelanggaran? Nabi bersabda:
     
    "Aku berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal diantara orang-orang musyrik. Jangan sampai api keduanya (muslim dan kafir) saling melihat". Shohih Lihat Irwaul Ghalil no:1207 , Shahih al Jami' no: 1461
     
    Artinya harus jauh!. Dan tinggal di negeri kafir itu ada syarat-syaratnya yang harus dipenuhi.
     

    Lantas Anda menganggap madharat untuk muslimin Amerika lebih besar dengan ketidakikutsertaan tentara muslim dalam berperang daripada madharat terhadap muslimin Afghanistan karena ikut berperangnya mereka. Atas dasar apa pertimbangan ini? Bukankah madharat terhadap muslimin Amerika itu masih sebatas dugaan? Namun jika menyerang Afghanistan, itu sudah pasti akan bermadharat untuk kaum muslimin di sana, apa lagi berfatwa dalam masalah seperti ini pertimbangannya harus benar-benar matang dan akurat bukan hanya sekedar prasangka!.
     

  6. Kembali takut diragukan wala'nya terhadap orang kafir dan takut terhadap masalah duniawi.
     

  7. Tidak tepat pertimbangannya.
     
  8. Berkata Syaikul Islam Ibnu Taimiyah, dalam hadits ("… berkata seorang shahabat kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku dipaksa untuk pergi ke salah satu dari dua front yang saling berperang kemudian aku ditebas oleh salah seorang dari mereka atau dipanah sehingga mematikanku? Beliau menjawab: Dia (pembunuh) kembali dengan dosanya dan dosamu dan termasuk penghuni neraka". HR Muslim) ini, Rasulullah SAW melarang fitnah bahkan memerintahkan sesuatu yang bisa menjadikan udzur untuk tidak berperang karena fitnah, seperti dengan cara menyendiri atau menghancurkan senjata yang dia pakai untuk berperang. Termasuk dalam kategori ini orang yang terpaksa atau tidak.
     

    Kemudian Beliau menerangkan bahwasanya orang yang terpaksa, jika terbunuh dalam keadaan terdzalimi pembunuhnyalah yang mendapatkan dosanya dan dosa orang yang dibunuh. Seperti pada kisah dua anak Adam ketika salah satunya mengatakan sesungguhnya aku ingin engkau kembali dengan dosaku dan dosamu sehingga engkau menjadi penghuni neraka. Dan itulah balasan orang yang dzalim (Al Maidah:29). Sampai beliau mengatakan, yang dimaksud bahwasanya jika seseorang yang terpaksa untuk berperang di masa fitnah tidaklah boleh ia ikut berperang. Bahkan dia harus menghancurkan sejatanya, dan agar sabar sampai ia terbunuh dalam keadaan ia terdzalimi.
     

    Maka bagaimana dengan seseorang yang terpaksa untuk memerangi kaum muslimin bersama kelompok yang keluar dari syariat Islam?!. Seperti orang-orang yang tidak mau membayar zakat dan orang-orang yang murtad, dan yang sejenisnya. Maka tidak diragukan bahwasanya yang seperti ini wajib bagi orang yang dipaksa, untuk tidak berperang. Walaupun orang-orang Islam membunuhnya. Seperti jika orang-orang kafir memaksa dia untuk datang ke barisan mereka untuk memerangi orang muslimin, dan seperti kalau seseorang memaksa yang lainnya untuk membunuh seorang muslim yang terlindungi darahnya, maka tidak boleh baginya membunuh dengan kesepakatan seluruh kaum muslimin.
     

    Dan jika dipaksa untuk membunuh maka tidaklah penjagaan jiwanya dengan membunuh orang yang terlindungi darahnya lebih utama dari sebaliknya. Maka dia tidak berhak untuk mendzalimi selainnya sehingga membunuhnya dengan tujuan supaya dia tidak dibunuh. Bahkan jika ternyata ia melakukannya qishas itu dilakukan atas yang memaksa dan yang dipaksa bersama-sama menurut meyoritas ulama seperti imam Ahmad, Imam Malik , Imam Syafii, pada salah satu dari dua pendapatnya… (Majmu' Fatawa Juz 28 hal. 539-540). Lihat bantahan secara rinci di www.islammemo.com/tamolat/tamolat_15.htm.

 


Copyright © 2001 Laskar Jihad

 
 Alfakir Abuzaidialidrus
    ISLAMSELAMAT